Pertamina Oplos Pertamax dan Pertalite

PERTAMINA MASIH NGEYEL Kejagung Jawab Oplosan BBM Fakta, Kualitas Pertalite Dijual Harga Pertamax

Pertamina masih ngeyel, Kejagung jawab oplosan BBM itu fakta, kualitas Pertalite dijual harga Pertamax, arti "blending" yang sesungguhnya.

Dok. Kejaksaan Agung/Youtube KOMPASTV
KASUS KORUPSI PERTAMINA - Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar (KANAN) saat menjelaskan penjemputan paksa 2 tersangka baru korupsi Pertamina di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/25). Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (KIRI) saat dikawal memasuki mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). 

GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka Riva Siahaan untuk produk kilang.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar menyebut kasus ini bermula ketika pemerintah merencanakan pemenuhan minyak mentah untuk pasar dalam negeri periode 2018 sampai 2023.

PT Pertamina kala itu diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor.

Hal itu tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Namun, Qohar mengatakan para tersangka justru bersekongkol dan melakukan pengkondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH).

"Hasil rapat dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehungga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap" kata Qohar mengutip Kompas.tv.

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor,"bebernya.

Pada saat yang sama, Qohar menyebut hasil produksi minyak mentah dari dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga dengan sengaja ditolak.

Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi.

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia untuk dilakukan ekspor," jelas Qohar.

Setelahnya, anak perusahaan Pertamina tersebut mengimpor melakukan impor minyak mentah dan produk kilang.

Dimana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.

Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong antara para tersangka.

Mereka sudah mengatur harga untuk kepentingan pribadinya masing-masing dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved