Modus Pungutan Sekolah Negeri di Jawa Timur Diungkap Ombudsman : Marak Jelang Tahun Ajaran Baru

Ombudsman RI mencatat bahwa pungutan di lembaga pendidikan negeri menjadi substansi laporan yang paling dominan. 

SURYAMALANg.COM/Bobby Koloway
OMBUDSMAN RI - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, Agus Muttaqin saat menyampaikan penjelasan di Surabaya beberapa waktu lalu. Ombudsman mencatat bahwa pungutan di lembaga pendidikan negeri menjadi substansi laporan yang paling dominan. 

Tim pemeriksa biasanya minta agar sekolah mengubah pungutan menjadi sumbangan, dengan cara sekolah mendistribusikan kuisioner berisi pilihan boleh tidaknya menyetor uang ke sekolah.

Ada berbagai bentuk dugaan pungutan kepada wali murid.

Biasanya, hal ini bersamaan dengan PPDB/SPMB.

Partisipasi masyarakat kerap muncul dalam bentuk berupa; Uang Pembelian Map dan Formulir Pendaftaran, Uang Pendaftaran Masuk, Uang Test Kemampuan Tertentu (Psikotest, Kesehatan, dll), Uang Bangku/Kursi (Waiting List), hingga Uang Pembangunan/Sumbangan Pengembangan Institusi

Ada juga permintaan untuk Uang Infaq Untuk Pengembangan Institusi, Uang Pembelian (bahan) Seragam, Batik, hingga Baju Olahraga, Uang Pembelian Buku, LKS, Uang SPP, hingga Uang Pembayaran ekstra Kurikuler.

Sekolah juga meminta wali murid untuk Les, Praktikum, Uang Makan Minum, Uang Komite Sekolah, Uang Study Tour, Uang Kebersihan dan Keamanan, Uang Ujian, Uang Pendaftaran Ulang (pada saat kenaikan kelas) dan Uang Wisuda (Kelulusan).

Agus mengungkapkan, permintaan yang diisi norma pewajiban memiliki konsekuensi hukum yang melekat atau bisa dilekati di dalamnya.

Pemahaman pihak sekolah yang masih beragam, antara partisipasi yang boleh dan yang tidak boleh, menjadi pintu masuk suburnya sumbangan yang berbau pungutan.

Hal ini turut dipicu ketidaktegasan Pemda menegakkan aturan Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016.

Yakni, tidak adanya produk hukum yang dikeluarkan Pemda (entah Perda, Pergub, Perwali, dan Perbup) yang menerjemahkan lebih detail tentang larangan pungutan beserta sanksi. 

Sekolah melihat kekosongan hukum tersebut sebagai celah.

"Sehingga, pihak sekolah dan komite bebas menerjemahkan apa itu pungutan dan kemudian dikemas menjadi sumbangan," jelas Agus. 

Di Jawa Timur, misalnya, ada Pergub No. 8/2023 yang menjadi dasar bahwa penggalangan dana harus melalui komite sekolah.

"Tapi tidak diikuti aturan berisi larangan melakukan pungutan. Sekolah memang tidak memungut. Ini sesuai Pergub tersebut. Tetapi model penggalangan dananya dibebaskan. Dan, yang terjadi komite acapkali justru menghalalkan pungutan," ujarnya.

Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya memastikan SD/SMP negeri di Kota Pahlawan tidak menarik biaya dari wali murid. Bagi sekolah yang melanggar, maka bisa berujung sanksi.

Halaman
123
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved