Kota Malang

Rektor, Wamen Hingga Aktivis Mengkaji Oase Gelap Terang Indonesia dalam Reuni FAA PPMI di UB Malang

Rektor, Wamen Hingga Aktivis Mengkaji Oase Gelap Terang Indonesia dalam Reuni FAA PPMI di UB Malang

Editor: Eko Darmoko
IST
REUNI DAN SEMINAR - Reuni dan Seminar Nasional Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Auditorium Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sabtu, (25/10/2025). Dalam acara ini, hadir sejumlah tokoh seperti Rektor Universitas Brawijaya (UB) Prof Widodo, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, dan Aktivis Sosial Inayah Wahid.  

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria Indonesia mengkaji oase gelap terang Indonesia dari sisi teknologi komunikasi. Menurut Nezar, Indonesia memiliki banyak modal untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Indonesia saat ini memasuki masa yang menentukan optimalisasi bonus demografi.

“Kita punya modal yang baik dan luar biasa, yaitu kekayaan alam dan talenta manusia untuk membawa satu proses yang inovatif dan kreatif di masa ini,” kata Nezar. 

Menurut Nezar, generasi muda Indonesia juga mesti disiapkan untuk menghadapi persaingan teknologi komunikasi. Salah satunya adalah artificial intelligence atau kecerdasan buatan.

Dia mengatakan generasi muda sekarang harus mendapat pengetahuan yang cukup tentang manfaat dan risiko dari kecerdasan buatan dalam kehidupan sekarang.

“Kita harus mempersiapkan generasi ke depan dengan pengetahuan yang cukup tentang teknologi ini. Adopsi teknologi harus terukur,” katanya. 

Nezar berharap generasi muda juga bisa berpikir kritis terhadap teknologi atau masalah di sekitarnya. Menurut dia, kesadaran kritis bisa mencegah manusia menjadi budak teknolog.

“Kecerdasan buatan tidak bisa memperbudak kita kalau kita punya critical thinking,” ujarnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkaji oase gelap terang Indonesia dari sisi penegakan hukum dan demokrasi. Menurut dia kondisi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

“Salah satu sisi gelap kondisi saat ini adalah demokrasi sedang tidak baik-baik saja. Institusi demokrasi prosedural sekarang digunakan untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu,” ujarnya.

Bivitri juga menyinggung penangkapan ratusan aktivis karena menyampaikan aspirasi masyarakat. 

Meski begitu, lanjut Bivitri, bukan berarti Indonesia tidak memiliki kesempatan. Menurut Bivitri, saat ini terus bermunculan banyak gerakan masyarakat sipil dan anak muda kritis yang mencoba melawan kegelapan tersebut.

“Gerakan masyarakat sipil, termasuk pers mahasiswa, menjadi oase di tengah kegelapan dan kekeringan demokrasi di Tanah Air,” ujarnya.

Menurut Bivitri, gerakan sipil tersebut harus dirawat dan dipertahankan.

“Supaya oase ini tidak mengering dan menjadi padang pasir. Saya masih yakin bahwa yang menyelamatkan demokrasi indonesia adalah masyarakat sipil, termasuk media, pers mahasiswa, kolektif anak muda, NGO, serikat yang kerja di tapak, semuanya,” ujarnya.

Sementara itu, Aktivis sosial, Inayah Wahid, mengatakan saat ini Indonesia sedang gelap. Indonesia menghadapi persoalan di segala lini. Mulai dari persoalan penegakan hukum, maraknya korupsi, kerusakan lingkungan, hingga kesenjangan ekonomi. Karena itu, lanjut Inayah, dia pesimistis Indonesia Emas 2045 bisa tercapai.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved