Malang Raya Darurat Bencana

Kota Malang Darurat Banjir, Ketinggian Air Bisa Capai 150 CM

Suara sirine dari Early Warning System (EWS) bisa menjadi sinyal bahaya bagi warga.

Penulis: Benni Indo | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Purwanto
Wisatawan melintas di pinggir Sungai Brantas di Kampung Warna-warni Jodipan, Kota Malang, Minggu (16/11). Air dari Sungai Brantas sering meluap sehingga menyebabkan banjir di pemukiman warga. 
Ringkasan Berita:- Ridwan belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait keberadaan EWS.
- Ketinggian banjir di Kota Malang bisa antara 70–150 sentimeter.
- Idealnya setiap kawasan padat penduduk di tepi sungai memiliki EWS.

SURYAMALANG.COM, MALANG – Bila sirine Early Warning System (EWS) berbunyi, warga harus siap-siap menghadapi bencana, termasuk banjir.

Namun, tidak semua sirine dari EWS berbunyi saat bencana melanda. Misalnya EWS yang berada di Kelurahan Bareng, Kota Malang.

Rumah Ridwan tepat berada di depan tiang EWS banjir yang terpasang sejak beberapa bulan lalu. Ridwan mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait keberadaan EWS.

"Alat itu baru saja diperbaiki sekitar seminggu lalu. Saya juga tidak pernah mendengar sirinenya berbunyi," kata Ridwan kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (16/11).

Rumah Ridwan sudah menjadi langganan banjir rutin setiap kali hujan deras mengguyur. Rumahnya yang berada di kawasan rendah akan merima luapan air dari atas.

Dengan kondisi sungai sedalam 3 meter dan lebar 2 meter, luapan air kerap masuk ke dalam rumah warga.

"Kalau hujan deras, kawasan sini pasti banjir. Saya dan keluarga sudah terbiasa. Kalau hujan deras, saya langsung amankan barang-barang," ujarnya.

Banjir telah menjadi persoalan yang tidak tuntas setiap tahun. Setiap banjir surut, Ridwan dan keluarganya selalu bersih-bersih sendiri.

"Saya berharap pemerintah bisa menyelesaikan masalah banjir ini. Kalau sudah tidak banjir, kami bisa lebih tenang," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua RT 14/RW 7 Kelurahan Bareng, Suci mengaku pernah mendengar EWS berbunyi. "Bunyinya seperti sirine. Kalau sirine EWS berbunyi berarti air sudah melebihi batas normal," kata Suci.

Kader dan relawan kebencanaan ini mengaku sering mengikuti sosialisasi terkait mitigasi bencana. Namun, Suci belum pernah mendapat sosialisasi khusus terkait penggunaan dan fungsi EWS.

"Kalau soal kebencanaan, saya sering mendapat sosialisasi dari kelurahan atau relawan," tambahnya.

Setiap hujan deras, Suci selalu memantau kondisi warganya dan memastikan situasi masih bisa dikendalikan.

"Saya ingin memastikan genangan masih bisa ditangani atau perlu bantuan," ujarnya.

Kota Malang berada pada level risiko bencana sedang. Cuaca ekstrem, angin kencang, banjir, dan longsor menjadi ancaman utama bagi warga Kota Malang.

Ketinggian banjir yang terjadi di Kota Malang bisa berkisar antara 70–150 sentimeter. Kecamatan Blimbing termasuk lokasi banjir terdalam di Kota Malang.

Sedangkan longsor berpotensi muncul di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama DAS Brantas dan Sungai Amprong. Longsor terjadi akibat struktur tanah yang melunak ketika hujan berhari-hari.

"Idealnya, sepadan sungai harus 10–15 meter dari bibir sungai. Tapi sekarang banyak bangunan yang sudah terlalu dekat sungai. Padahal area DAS itu termasuk wilayah tidak stabil," kata Prayitno, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang.

Tercatat ada 479 bencana di Kota Malang sejak 2022, mulai dari banjir, pohon tumbang, sampai longsor. Dari ratusan bencana yang terjadi, banjir menjadi bencana paling sering menerjang Kota Malang.

Saat ini Kota Malang memiliki 24 EWS yang tersebar di lima kecamatan, termasuk satu EWS khusus deteksi tanah longsor di kawasan Bunul, Kecamatan Blimbing.

Idealnya setiap kawasan padat penduduk yang berada di tepi sungai memiliki EWS. Namun, BPBD belum bisa memasang EWS di semua pemukiman padat di tepi sungai karena harus menyesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.

BPBD juga sedang menyempurnakan sistem notifikasi EWS agar RT, RW, dan lurah, dan warga sekitar bisa langsung mendapat informasi tanda bahaya.

"Ketika EWS memberi tanda waspada, warga dan pemangku wilayah bisa langsung mendapat notifikasinya," tambahnya.

BPBD Kota Malang memperluas pemetaan rawan bencana sampai level rumah tangga. Prayitno menyebutkan peta rawan bencana telah menjangkau 40 kelurahan dari 57 kelurahan di Kota Malang. Peta tersebut menunjukkan titik-titik rawan banjir, longsor, sampai angin kencang.

BPBD bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Negeri Malang (UM) untuk mencatat kondisi setiap rumah yang berada di wilayah rawan.

"Kalau dulu hanya peta global, sekarang kami data setiap rumah. Satu titik bisa sampai 75 rumah. Kami catat nama penghuninya, dan jumlah anggota keluarganya. Ini penting agar kami bisa memetakan logistik, rencana evakuasi, sampai prioritas bantuan," ujarnya.

Peta tersebut tersedia dalam bentuk daring dan dapat dibuka oleh masyarakat. Prayitno berharap peta tersebut bisa menjadi pedoman bagi masyarakat dalam penanganan bencana.

"Kami buka untuk publik. Semua bisa melihat peta rawan bencana, lengkap dengan pemetaan kawasan rawan tinggi, sedang, dan rendah," imbuhnya.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved