Tegas Jokowi Soal Whoosh: Bukan Proyek Rugi dan Cari Laba, Harus Bersyukur 'Ini Kan Tahun Pertama!'

Tegas Jokowi soal Whoosh: bukan proyek rugi dan cari laba, masyarakat harus bersyukur tekan kerugian negara 'ini kan tahun pertama!'

TribunSolo.com/Andreas Chris/Dokumentasi PT Kereta Cepat Indonesia China
UTANG PROYEK WHOOSH - Kereta Cepat Whoosh yang akan melayani penumpang rute Stasiun Halim-Stasiun Tegalluar (KIRI). Presiden ke-7 RI Joko Widodo (KANAN) saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Solo, Jumat (27/12/2024) malam. Jokowi akhirnya buka suara soal Whoosh, bukan proyek rugi dan cari laba, 'ini kan tahun pertama!' 

SURYAMALANG.COM, -  Polemik utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh akhirnya mendapat tanggapan dari Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

KCJB atau proyek Whoosh memantik sorotan karena mencatatkan utang Rp116 triliun yang ditanggung melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)

Whoosh sendiri adalah proyek yang digagas pada masa pemerintahan Jokowi diresmikan pada 2 Oktober 2023.

Pelunasan utang Whoosh sempat diusulkan untuk dibayar memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun ditolak dengan tegas oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.

Pada akhirnya, solusi untuk utang pun telah menemui kesepakatan, yakni tenor atau jangka waktu pelunasan pinjaman diperpanjang sampai 60 tahun dan tidak memakai APBN. 

Tegas Jokowi Soal Whoosh

Menanggapi kemelut utang, Jokowi justru mengajak masyarakat bersyukur dengan keberadaan Kereta Cepat Jakarta–Bandung itu. 

Menurut Jokowi, sudah mulai ada pergeseran perilaku menuju penggunaan transportasi umum. 

“Masyarakat patut bersyukur karena sudah ada pergerakan untuk berpindah dari kendaraan pribadi. Ini proses bertahap, tidak bisa langsung,” katanya ditemui di Mangkubumen, Banjarsari, Kota Solo, pada Senin (27/10/2025).

Baca juga: Polemik Ijazah Palsu Jokowi Vs Roy Suryo Cs, Banyak Pakar Kompak Minta Kasus Diakhiri

Jokowi menilai, mengubah kebiasaan masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum bukan hal mudah. 

“Memindahkan masyarakat dari mobil pribadi dan sepeda motor ke transportasi umum tidak mudah. Mengubah karakter itu sulit,” tambahnya.

Presiden ke-7 RI ini menilai dampak positif transportasi massal mulai terasa.

“MRT Jakarta, misalnya, telah mengangkut sekitar 171 juta penumpang sejak diluncurkan. Sementara Kereta Cepat Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang,” ungkapnya.

Jokowi menjelaskan, pembangunan dan operasional Whoosh berawal dari masalah kemacetan parah yang telah melanda wilayah Jabodetabek dan Bandung selama 20 hingga 40 tahun terakhir.

“Dari kemacetan itu negara rugi secara hitung-hitungan. Kalau di Jakarta saja sekitar Rp 65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun per tahun,” ujar Jokowi.

Menurut Jokowi, kerugian akibat kemacetan mendorong pemerintah untuk membangun berbagai moda transportasi massal seperti KRL, MRT, LRT, Kereta Bandara, dan Whoosh

“Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal sehingga kerugian akibat kemacetan dapat ditekan,” jelas Jokowi.

Baca juga: MOMEN Jokowi Perlihatkan Ijazah Asli Bukan di Depan Roy Suryo Cs, Ada Relawan yang Beri Kesaksian

Jokowi menegaskan, prinsip dasar pembangunan transportasi massal adalah layanan publik, bukan mencari laba. 

“Prinsip dasar transportasi massal itu layanan publik, bukan mencari laba. Jadi, transportasi umum tidak diukur dari keuntungan finansial, tetapi dari keuntungan sosial,” tegasnya.

Jokowi menambahkan, keuntungan sosial tersebut mencakup penurunan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, pengurangan polusi, dan efisiensi waktu tempuh.

“Di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal. Jadi, kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian seperti MRT,” ujarnya.

Selain mengurai kemacetan, Jokowi menegaskan, pembangunan transportasi massal, termasuk Whoosh, memiliki efek berganda terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Contohnya kereta cepat, yang menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” ucapnya.

Jokowi Soal Keuntungan

Jokowi memprediksi perpindahan masyarakat dari kendaraan pribadi ke Kereta Cepat Whoosh akan berlangsung secara signifikan dalam enam tahun mendatang. 

Keuntungan finansial dari proyek transportasi modern tersebut, kata Jokowi akan mulai terasa seiring dengan peningkatan jumlah penumpang dan tercapainya efisiensi sosial bagi masyarakat. 

“Itu pun kalau penumpangnya sekarang per hari kan kayak Whoosh itu sudah 19.000 dan sudah mencapai penumpang sampai 12 juta penumpang,” kata Jokowi masih di kesempatan yang sama. 

Baca juga: Penyebab Jokowi Bukan Satu-satunya yang Tanggung Jawab Utang Whoosh Rp116 T, Prabowo Ikut Terikat

Menurutnya, potensi kerugian finansial dari Whoosh sudah diperhitungkan sejak awal. Namun, kerugian itu akan terus berkurang seiring meningkatnya minat masyarakat menggunakan transportasi massal.

“Itu kalau setiap tahun naik, naik, naik, orang berpindah, ya kerugiannya akan semakin mengecil. Ini kan tahun pertama,” ujarnya.

Jokowi optimistis, dalam enam tahun ke depan, kondisi keuangan Whoosh akan berangsur positif.

“Mungkin diperkirakan EBITDA-nya juga sudah positif dan pergerakannya akan lebih turun lagi setelah enam tahun, kalau untuk perkiraan. Karena ini tergantung perpindahan orang ya dari transportasi pribadi ke transportasi,” tambahnya.

Selain manfaat mobilitas, Jokowi menyebut Whoosh berkontribusi terhadap peningkatan nilai ekonomi di wilayah sekitar jalur kereta cepat.

“Adanya Whoosh juga bisa meningkatkan nilai properti. Saya kira kemanfaatannya seperti itu, dan itu bisa jadi pembanding,” ujarnya.

Baca juga: Sindiran Dian Sandi ke Roy Suryo Serang Jokowi Tiap Hari Cuma 16 Persen yang Percaya Bandar Ngamuk

Jokowi menegaskan pembangunan transportasi massal adalah bentuk investasi jangka panjang, bukan semata proyek infrastruktur untuk mencari laba. 

“Kalau kita lihat transportasi massal di negara lain juga sama. Hitungannya pasti adalah hitungan investasi, baik di Korea, di China, di Jepang, maupun di Eropa,” jelasnya.

Menurutnya, negara-negara maju juga memberikan subsidi besar untuk layanan transportasi publik.

“Seperti Metro Paris, itu subsidinya hampir 50 persen. Di London Underground, di metronya London juga sama, subsidinya hampir mencapai 50 persen,” terangnya.

Pakar Meyakini KPK Sudah Bergerak

Sementara itu, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar meyakini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasti tengah menyelidiki adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Fickar menyoroti hal itu karena ada pemindahan kebijakan kerjasama proyek kereta cepat dari tawaran Jepang ke China.

Fickar menilai, KPK sudah mulai melakukan penyelidikan, apakah pemindahan mitra kerjasama dalam proyek KCJB membawa keuntungan kepada pihak-pihak tertentu. 

"Saya kira, penegak hukum termasuk di dalamnya KPK sedang bekerja secara diam-diam menyelidiki apakah memang ada peristiwa pidananya di situ," kata Fickar dalam program On Focus di YouTube Tribunnews, Kamis (23/10/2025).

"Peristiwa pidananya, apakah ada yang diuntungkan atau apakah ada yang mendapat keuntungan dari dalam kebijakan memindahkan pilihan bisnis dari Jepang ke Cina? Nah, itu yang menjadi fokus perhatiannya," tambahnya.

Selanjutnya, Fickar juga menanggapi soal dugaan terseretnya nama Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) saat ini, Luhut Binsar Pandjaitan, terkait sengkarut proyek Whoosh.

Baca juga: Kondisi Rumah Pensiun Jokowi Hampir Jadi, Hadiah Negara Sempat Ditolak Meski Harga Tanah Fantastis

Adapun Jokowi dan Luhut kini menjadi tokoh yang dikait-kaitkan oleh publik dengan polemik Whoosh.

Jokowi saat itu sebagai presiden menjadi pengambil keputusan utama, sementara Luhut menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (MenkoMarves), yang mengawasi investasi asing termasuk kerjasama dengan China.

Bahkan, Luhut ditunjuk sebagai Ketua Komite Proyek KCJB berdasarkan Perpres No. 93 Tahun 2021.

Sehingga, banyak publik yang bertanya-tanya, apakah Jokowi dan Luhut bisa diperiksa terkait proyek Whoosh yang kini berbuntut utang fantastis, terutama setelah rencana kerjasamanya dialihkan dari Jepang ke China.

Menurut Fickar, pertanyaan publik tersebut mengacu pada kedua tokoh itu harus diperiksa.

"Yang jadi pertanyaan publik, apakah Pak Jokowi dan Pak Luhut harus diperiksa karena sudah memindahkan kerjasama kereta cepat dari tawaran Jepang ke China," ujar Fickar.

"Maksudnya adalah kedua orang ini diperiksa untuk menelusuri apakah dari pemindahan itu mereka mendapat keuntungan atau tidak, meski sampai hari ini belum terlihat kerugian negaranya?" ungkapnya. 

"Apakah mereka sebagai pengambil keputusan mendapat keuntungan atau tidak. Nah, hal inilah yang didorong oleh publik" pungkas Fickar.

Ringkasan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh)

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh berawal dari gagasan Jepang melalui JICA pada era Presiden SBY (2014-2015). Saat pemerintahan Presiden Jokowi pada 2015, proyek ini menjadi rebutan antara Jepang dan Tiongkok.

Perbandingan Tawaran:

| Kriteria                      | Jepang (G2G) | Tiongkok (B2B) |

| Nilai Investasi Awal  | $6,2 miliar AS | $5,5 miliar AS |

| Bunga Pinjaman        | 0,1 persen per tahun | 2 % per tahun |

| Jaminan Pemerintah | Ya, dijamin pemerintah Jepang | Tidak menggunakan dana APBN Indonesia |

| Transfer Teknologi    | Tidak spesifik/Tertutup | Terbuka soal transfer teknologi |

Indonesia akhirnya memilih tawaran Tiongkok yang dianggap lebih ringan karena menjamin tidak menggunakan APBN.

Proyek ini ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2016.

Realisasi Proyek:

Pengelola: PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan dengan komposisi Konsorsium Indonesia (PT PSBI) 60?n Konsorsium Tiongkok (Beijing Yawan HSR Co Ltd) 40 % .

Pembengkakan Biaya (Cost Overrun): Nilai investasi awal ($6,07 miliar) membengkak sebesar $1,2 miliar, menjadikan total investasi mencapai $7,2 miliar AS (sekitar Rp116 triliun).

Pembiayaan: 75 % didanai dari pinjaman China Development Bank (CDB), dan sisanya dari setoran modal pemegang saham.

Proyek ini menimbulkan beban berat pada PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemimpin konsorsium BUMN Indonesia (PSBI).

Utang pembiayaan KCJB menyebabkan PSBI mencatat kerugian Rp1,625 triliun pada semester I-2025, dengan porsi kerugian terbesar (Rp951,48 miliar) ditanggung oleh PT KAI. 

(Kompas.com/Kompas.com/Tribunnews.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved