LIPSUS Antisipasi Banjir di Malang Raya

Penanganan Banjir di Kota Malang, Masih Perlu Edukasi ke Masyarakat

Pemkot telah memasang EWS di 24 titik (sebelumnya ditulis 13 titik, red.), baik di dekat sungai maupun kawasan pemukiman warga.

Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Purwanto
Alat Early Warning System (EWS) terpasang di Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ) Kota Malang. 

SURYAMALANG.COM, MALANG – Alat Early Warning System (EWS) dapat menekan potensi kerugian atau korban akibat banjir di Kota Malang.

Pemkot telah memasang EWS di 24 titik (sebelumnya ditulis 13 titik, red.), baik di dekat sungai maupun kawasan pemukiman warga.

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita mengatakan EWS sempat mengalami persoalan pada baterai. Awalnya, baterai yang terpasang di ESW menggunakan sistem tenaga surya. Karena menggunakan sistem tenaga surya, baterai tidak bekerja optimal saat terjadi mendung. Kemudian Pemkot mengganti baterai pada EWS tersebut.

Amithya tidak mengetahui detail jenis baterai dan alat yang dibeli oleh BPBD Kota Malang. Amithya menduga kendala baterai ini yang menjadi penyebab suara sirine tidak terdengar nyaring.

"Memang sempat ada kendala pada baterai. Mungkin itu bisa kami bicarakan lagi. Kami minta BPBD mencari alat yang memang representatif," kata Amithya kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (6/11).

Politisi PDIP ini berharap BPBD atau dinas terkait bisa menyelesaikan kendala teknis tersebut. Menurutnya, kendala teknis jangan sampai menganggu pelayanan kepada masyarakat.

"Anggaran BPBD memang tidak banyak. Sebab, isu kebencanaan itu bukan hal prioritas," terangnya.

Amithya menyebutkan keberadaan alat peringatan dini sangat penting. Tapi, masyarakat juga perlu mendapat edukasi terkait keberadaan EWS. Masyarakat harus tahu langkah yang perlu dilakukan ketika sirine berbunyi. "Kalau EWS tidak dibarengi oleh kemampuan masyarakat, percuma. Kapasitas penyelamatan dasar di masyarakat perlu ditingkatkan. Kalau sirine berbunyi, masyarakat harus apa? Apa yang perlu diselamatkan dulu? dan bagaimana perilakunya" imbuhnya.

Karakter banjir di Kota Malang berbeda dengan daerah lain. Genangan air yang terjadi pasca hujan lebat di Kota Malang karena aliran air tidak lancar. Butuh waktu cukup lama air terserap saat hujan deras terjadi.

Amithya mendorong penanganan bencana alam harus menjadi prioritas di Kota Malang. "Banjir kan bisa berdampaknya ke mana-mana. Masalahnya, sekarang perlu dicatikan jalan untuk mengatasi genangan air," ujarnya.

Pengamat Lingkungan, Bambang Irianto mengatakan mempertahankan bantaran sungai bisa mengurangi dampak banjir. Pemkot Malang jangan sampai mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di bantaran sungai.

"Memang harus mempertahankan kualitas tata ruang. Tapi faktanya, banyak bangunan milik masyarakat di bantaran sungai. Kalau bangunan itu ada izinnya, pemerintah yang salah. Itu bantaran sungai kok diberi IMB," kata Bambang.

Pemkot bisa memanfaatkan warga untuk pengawasan tata ruang. Menurutnya, ketua RT atau ketua RW bisa melapor bila ada masyarakat yang mendirikan bangunan di bantaran sungai.

"Kalau pemilik tanah itu mau membangun bangunan, saya akan lapor ke lurah dan seterusnya. Maka perlu ada penegakan hukum, dan pengawasan tata ruang harus super ketat," tambahnya.

Bambang menilai pengawasan bangunan di bantaran sungai di KOta Malang lepas kontrol karena sudah banyak dihuni warga.

"Selain itu, banyak saluran irigasi yang sudah diturap, seperti di sepanjang Jalan Letjen S Parman. Dulu banyak tanaman, tapi kemudian dibuat jembatan ke showroom mobil. Ini juga tidak mendapat perhatian dari Pemkot," urainya.(Benni Indo/Sylvianita Widyawati)

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved