Hikmah Ramadan
Meluruskan Orientasi Hidup di Dunia
Bulan Ramadhan bulan istimewa dengan keutamaan-keutamaannya yang banyak.
Meskipun dambaannya tetap fii al-dunyaa hasanah, wa fii al-akhirati hasanah (di dunia baik, di akhirat juga baik), namun jika yang enak hanya di dunia tetapi di akhirat sengsara selamanya amatlah rugi.
Kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat bergantung pada rahmat Allah Swt. Nabi Nuh As berdoa, “Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) merahmatiku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi". (QS. Hud [11]: 47).
Demikian pula manusia selamat di akhirat dan masuk surga bukan karena amalnya, tetapi berkat rahmat Allah Swt. sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: “Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka, tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR. Muslim).
Oleh karenanya ketika di bulan Ramadhan Allah Swt mencurahkan hembusan (nafahat) rahmatNya yang banyak, maka bagi yang menyadari hal ini akan terdorong untuk berusaha meraih hembusan rahmat tersebut.
Tergambarlah hal ini dari kebiasaan para shalaf al-shaleh yang seakan menjadikan segalanya untuk menfokuskan di bulan Ramadhan.
Seorang dari kalangan tabiin yakni al-Hasan al-Bashri menyampaikan: “Sesungguhnya Allah Swt menjadikan bulan Ramadhan sebagai arena pertandingan bagi hambaNya, agar mereka saling berpacu dalam melakukan ketaatan kepadaNya untuk mendapatkan keridhaanNya.
Maka berpaculah sekelompok orang sehingga mereka sukses, sementara tertinggallah yang lainnya akhirnya mereka gagal.
Maka amat mengherankan orang yang masih main-main, tertawa ria (dalam kelalaian) padahal di saat itu orang-orang yang berbuat baik akan mendapat kesuksesan, sebaliknya orang-orang yang berbuat kebatilan akan mendapatkan kerugian” (Latha’if al-Ma’arif hlm. 475-476).
Dalam kaitan dengan orientasi hidup, Imam al-Nawawi saat menulis kitab Riyadhu al-Shalihin, pada mukaddimahnya beliau menjelaskan landasan pemikiran yang melatarbelakanginya menulis kitab beliau ini.
Ayat yang beliau kutip di awal mukaddimah ini adalah firman Allah Swt QS al-Dzariyah [51] ayat 56 yang artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.
Beliau kemudian menegaskan, ayat ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa mereka diciptakan adalah untuk mengabdi atau menyembah kepada Allah Swt.
Beliau melanjutkan uraiannya, bahwa dunia adalah tempat yang akan habis bukan tempat yang abadi, tempat perlintasan saja bukan persinggahan yang abadi.
Dengan demikian, orang yang sadar atau terbangun dari penghuni dunia adalah orang yang beribadah.
Sedangkan orang yang paling berakal menurut penjelasan beliau adalah orang yang zuhud (Riyadhu al-Shalihin hlm. 1).
Maka dengan kata lain mereka adalah orang yang orientasi hidupnya bukan dunia, tapi akhirat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.