Hikmah Ramadan

Puasa Ramadlan : Menahan Dari yang Haram

Ibadah puasa juga sangat rahasia yang hanya diketahui oleh si pelaku dan Allah saja.

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/ISTIMEWA
Moch. Khoirul Anwar, Wakil Direktur LPPOM MUI Jawa Timur 

Ayat tersebut menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara makanan dengan amal/prilaku seseorang.

Apabila makanan atau minumannya baik/halal maka diapun akan mudah melakukan amal sholih, tetapi sebaliknya apabila makanan atau minumannya jelek/haram maka sulit baginya melakukan amal sholih.

Hal inilah yang seharusnya bisa dijadikan sebagai bahan instrospeksi bagi seluruh umat Islam.

Sehingga fenomena kenakalan remaja atau kejahatan-kejahatan lainnya, termasuk korupsi, bisa jadi disebabkan karena makanan, minuman atau rejeki mereka masih tercampur dengan yang haram.

Di era sekarang memang tidak gampang menghindarkan diri dari sesuatu yang haram. Apalagi perkembangan jaman meniscayakan teknologi terus mengalami perkembangan secara pesat dan telah merubah seluruh bidang ke arah modern, tidak terkecuali pada bidang pangan dimana hingga saat ini telah banyak teknologi yang digunakan selama proses produksi makanan, minuman maupun obat-obatan.

Sebagai ilustrasi, kalau jaman dulu seseorang membuat gethuk (makanan ringan) yang berasal dari pohong atau singkong, maka rasanya hanya original rasa singkong, kalaupun ada rasa lain biasanya antara manis dan gurih.

Akan tetapi sekarang gethuk yang berasal dari singkong bisa mempunyai rasa yang bermacam-macam, bahkan rasa singkongnya justru bisa hilang.

Hal itu dalam industri pangan biasa ditambah dengan bahan tambahan bernama Flavour atau perisa / perasa yang di antara bahan bakunya adalah asam lemak.

Di sinilah letak kekritisannya, karena asam lemak bisa dibuat dari lemak nabati atau lemak hewani.

Kalau dari lemak hewani, maka perlu dipertanyakan jenis binatangnya binatang halal atau binatang haram.

Kalau dari jenis binatang halal, perlu dipertanyakan juga cara penyembelihannya bagaimana, apakah sesuai dengan syariat Islam atau tidak.

Contoh ilustrasi lainnya, kalau jaman dulu seorang kyai ditanya apakah air minum dalam kemasan (AMDK) hukumnya halal atau haram, maka dengan tegas kyai dulu akan menjawab halal, karena bahan baku utamanya adalah air sumber yang dalam ranah fiqh biasa disebut maa’ul-aini dan masuk katagori thohirun wa muthohhirun (air suci dan mensucikan).

Akan tetapi, proses pembuatan air minum dalam kemasan di era sekarang tidak serta merta air sumber langsung dikemas, tetapi melalui beberapa proses, di antaranya filterisasi yang dalam industri AMDK biasa menggunakan karbon aktif.

Di sinilah letak kekritisannya, karena karbon aktif bisa dibuat dari kayu biasa, tempurung kelapa, batu bara, hingga tulang binatang. Kalau dari tulang binatang, maka perlu dipertanyakan dari binatang apa dan cara penyembelihannya bagaimana.

Berdasarkan fenomena tersebut, sertifikasi halal merupakan komponen penting yang perlu diperhatikan oleh seluruh pelaku usaha dan konsumen, sebab produk yang telah memiliki sertifikat halal terdapat jaminan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi, memiliki kualitas yang baik, serta jaminan halal bahan yang dipakai, proses produksi serta fasilitas yang digunakan.

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved