DLH Kota Malang Respons Permintaan Warga Bangun Sumur Artesis di Wilayah Terdampak TPA Supit Urang

DLH Kota Malang Respons Permintaan Warga Bangun Sumur Artesis di Wilayah Terdampak TPA Supit Urang

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
SUMUR ARTESIS - Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman, berbicara di forum yang mempertemukan warga terdampak TPA Supit Urang dengan pihak legislatif dan eksekutif dari Kota Malang dan Kabupaten Malang, Rabu (21/5/2025). Noer menjelaskan bahwa keterbatasan anggaran serta regulasi tata kelola keuangan daerah menjadi tantangan utama dalam merealisasikan pembangunan sumur artesis. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Permintaan warga di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang agar dibangunkan sumur artesis, akhirnya mendapat tanggapan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahman, Kamis (22/5/2025).

Ia menegaskan bahwa upaya tersebut telah melalui proses panjang dan kini tengah diperjuangkan agar bisa masuk dalam skema penganggaran tahun 2025.

Noer menjelaskan bahwa keterbatasan anggaran serta regulasi tata kelola keuangan daerah menjadi tantangan utama dalam merealisasikan pembangunan sumur artesis.

Persoalan ini, menurutnya, bukan hal yang muncul secara tiba-tiba, namun telah dibahas sejak tahun 2023.

“Permasalahan ini bukan ujuk-ujuk. Sudah kami bawa sejak 2023. Ini merupakan proses panjang yang harus segera mungkin diselesaikan,” ujarnya, Kamis (22/5/2025).

Menurutnya, koordinasi lintas sektor antara Pemkot Malang dan Kabupaten Malang menjadi penting karena kawasan terdampak seperti Jedong, Pandanlandung, dan Dalisodo berada di wilayah administrasi kabupaten.

Rahman menyambut baik kehadiran Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang dan Komisi C DPRD Kota Malang dalam forum bersama, yang menurutnya membawa "angin segar" terhadap upaya pencarian solusi bersama.

“Kehadiran mereka membuka tabir kesenjangan yang selama ini seakan tanpa progres. Sekarang mekanisme dan tata kelola keuangan di masing-masing daerah sedang diperjuangkan agar bisa menyikapi keluhan warga,” lanjutnya.

DLH Kota Malang, kata Rahman, saat ini tengah menyusun telaah untuk diajukan kembali ke pimpinan agar bisa masuk dalam anggaran Perubahan APBD (P-APBD) atau Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) Kota Malang 2025.

Ia juga mengungkapkan estimasi biaya pembangunan sumur artesis di kawasan terdampak berkisar antara Rp 700 juta hingga Rp 750 juta per titik. Namun, anggaran tersebut diperkirakan baru mampu melayani satu desa terdampak secara terbatas.

“Mudah-mudahan ini menjadi langkah awal yang bisa diwujudkan. Persoalan ini lebih kepada administratif dan regulasi lintas daerah. Bukan berarti DLH Kota Malang tidak peduli,” tegasnya.

Rahman berharap, dengan adanya perhatian dan keterlibatan lintas kelembagaan, termasuk skema hibah antar daerah, solusi konkret dapat segera diwujudkan untuk mengatasi krisis air bersih yang selama ini menjadi keluhan warga sekitar TPA Supit Urang.

Kepala Desa Jedong, Tekat Wahyudi menuntut sumur artesis dan mobil siaga sebagai kompensasi nyata. Ia mengatakan, warga sudah merasakan dampak buruk atas operasional TPA Supiturang.

“Sudah puluhan tahun kami terdampak. Kami sudah berkali-kali menyampaikan, tapi hasilnya zonk," katanya.

Tekat Wahyudi, mengungkapkan kekecewaannya atas forum-forum diskusi terkait dampak TPA Supit Urang yang dinilai tak pernah menghasilkan solusi konkret. Dalam rapat koordinasi yang digelar di lokasi TPA Supiturang, Tekat menyebut warganya sudah terlalu lama menunggu kejelasan dari janji-janji pemerintah.

Halaman
12
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved